MK Dipandang Tak Punya Alasan Batalkan Sistem Proporsional Terbuka dalam Pemilu

- Jumat, 6 Januari 2023 | 19:20 WIB
Agun Gunandjar Sudarsa
Agun Gunandjar Sudarsa

TINTAPUTIH - Anggota DPR RI Agun Gunandjar Sudarsa menegaskan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak memiliki alasan dan landasan untuk membatalkan sistem proporsional terbuka dalam judicial review terhadap Undang-Undang (UU) No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu.

"Pasal 22E UUD 1945 sama sekali tidak mengatur sistem Pemilu. Sebagai norma tertinggi, UUD 1945 hanya mengatur partai politik sebagai peserta pemilu, itu sesuai Pasal 22E ayat 3," kata Agun, Jumat (6/1/2023).

Berkenaan dengan sistem Pemilu, menurut Agun adalah kewenangan dan menjadi ranah DPR sebagai pemegang kekuasaan membentuk UU, norma yang berada di bawah UUD.

"Terkait dengan pengujian UU No.7/2017 di MK, yang berhak mengajukan adalah pihak yang dirugikan, dalam hal ini partai politik atau individu," kata Agun.

Baca Juga: Kemeriahan Patriot Desa Kabupaten Garut Gelar Festival Desa

Dia mengungkapkan bahwa delapan dari sembilan fraksi di DPR telah menolaknya.

"Dengan demikian, MK tidak memiliki landasan dan alasan untuk membatalkan sistem Pemilu proporsional terbuka yang berlaku saat ini," tegas Agun.

Bahkan dari sisi individu, hak dipilih dan memilih bagi setiap warga negara semakin terbuka luas, yang lebih menjamin hak-hak azasinya.

Lebih lanjut Agun menegaskan penguatan partai politik dalam penyelenggaraan demokrasi tidak ditentukan oleh sistem Pemilu. Tapi oleh tata kelola parpol dalam menjalankan fungsi rekrutmen.

"Pippa Norris, professor ilmu politik Harvard University, dalam bukunya Recruitment: Handbook of Party Politics (2006), menyatakan bahwa parpol dalam menjalankan fungsi rekrutmen harus mampu menjamin kapasitas, kapabilitas, dan integritasnya (eligible), berbasis dukungan masyarakat, teruji akuntabilitas publik dan elektabilitas
kandidatnya," kata Agun.

Lebih dari itu, Agun juga memberikan referensi lain yaitu pandangan Stefano Bartolini dan Peter Mair yang menulis Challenges to Contemporary Political Parties (2001), juga Jaroslaw Szymanek dalam Theory of Political Representation (2015).

"Mereka menyatakan bahwa penguatan parpol sangat bergantung pada fungsi representasinya, yakni dalam menjalankan fungsi artikulasi, agregasi dan pembentukan kebijakan," kata Agun.

Masih berkaitan dengan itu, Agun memberikan rujukan dari Thomas Meyer, ilmuwan politik asal Jerman, dalam risalahnya mengenai “Peran Partai Politik dalam Sebuah Sistem Demokrasi: Sembilan Tesis” (2012).

"Thomas Meyer menyatakan bahwa parpol satu-satunya institusi publik yang mampu mengagregasi kepentingan masyarakat ke dalam hukum perundang-undangan dan kebijakan publik, serta mentransformasikan berbagai kepentingan masyarakat dalam bentuk program kerja yang harus diperjuangkan dalam kebijakan publik," papar Agun.

Halaman:

Editor: Faizal Amiruddin

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Iwan Bule Nyatakan Kesiapan Berlaga di Pilgub Jabar

Minggu, 26 Februari 2023 | 12:02 WIB

Harapan Baru Viman Alfarizi untuk Kota Tasikmalaya

Rabu, 22 Februari 2023 | 15:42 WIB

84 Persen Kepala Daerah Terpilih Disokong Cukong

Senin, 19 September 2022 | 08:53 WIB

7 Instruksi AHY agar Partai Demokrat Menang di Jawa Barat

Minggu, 18 September 2022 | 17:24 WIB

Viman Dianggap Bisa Jadi Harapan Baru Masyarakat

Jumat, 19 Agustus 2022 | 21:04 WIB

Terpopuler

X